Sopan Santun dalam Berbicara kepada Guru
Sopan Santun dalam Berbicara kepada Guru adalah bagian dari ceramah agama dan kajian Islam ilmiah dengan pembahasan Kitab Tadzkiratus Sami’ wal Mutakallim fi Adabil ‘Alim wal Muta’allim. Pembahasan ini disampaikan oleh Ustadz Dr. Emha Hasan Ayatullah pada Sabtu, 10 Jumadil Awal 1447 H / 1 November 2025 M.
Kajian Islam Tentang Sopan Santun dalam Berbicara kepada Guru
Hendaklah seorang penuntut ilmu berusaha memperindah dan mengatur tutur kata kepada gurunya sebisa mungkin, baik ditinjau dari sisi syar’i maupun dari sisi urf (kebiasaan masyarakat yang sopan).
Kata-kata seperti: “Mengapa?”, “Saya tidak terima”, “Siapa yang mengatakan demikian?”, atau “Mana referensinya?” tidak pantas disampaikan kepada seorang guru. Kata-kata ini menunjukkan kurangnya adab dan seolah-olah berniat membantah, bukan bertanya untuk paham, melainkan bertanya untuk menantang.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:
مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللَّهِ لَا يَتَعَلَّمُهُ إِلَّا لِيُصِيبَ بِهِ عَرَضًا مِنْ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدْ عَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يَعْنِي رِيحَهَا
“Barangsiapa mempelajari suatu ilmu yang seharusnya diharap dengannya wajah Allah ‘Azza wa Jalla, namun ia tidak mempelajarinya kecuali hanya untuk mendapatkan sebagian dari harta benda dunia (perhiasan dunia), maka ia tidak akan mendapatkan ‘arf (wangi) surga pada hari kiamat.” (Yang dimaksud ‘arf adalah baunya).” (HR. Ibnu Majah)
Jika seorang murid ingin menimba ilmu yang bermanfaat kepada gurunya, hendaklah ia lemah lembut dalam menyampaikan segala hal. Jika melihat guru keliru, sebaiknya ia memilih momen yang lain. Ia bisa menunggu hingga nanti atau esok, lalu berkata, “Semoga Allah membalas kebaikan Ustadz. Ustadz pernah menyampaikan begini, saya ingin mendapatkan tambahan referensinya.” Hal ini lebih baik daripada langsung membantah di waktu yang sama, yang dapat menyinggung perasaan guru.
Sebagian ulama salaf menukil, “Barang siapa yang berkata kepada gurunya, ‘Kenapa? Kenapa?’ ia tidak akan beruntung sama sekali.” Hal ini karena sebagian besar yang bertanya seperti itu tujuannya adalah menantang.
Syaikh Shalih Al-Ushaimi hafidzahullah menukil perkataan Ibnu Abdil Barr dalam Jami’u Bayanil Ilmi wa Fadhlihi bahwa ada sebagian murid Ibnu Abbas yang suka menantang dan akhirnya tidak mendapatkan ilmunya. Berbeda dengan tabi’in Urwah Ibnu Zubair Rahimahullah yang sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara, sehingga ia memiliki banyak ilmu dari Ibnu Abbas. Meskipun Urwah pernah membantah Ibnu Abbas dengan sopan, ilmunya tetap ia dapatkan. Hal ini menunjukkan bahwa ilmu seorang guru itu mahal dan cara mendapatkannya adalah dengan kesabaran.
Ketika guru menyampaikan suatu pendapat, murid tidak boleh langsung menimpali dengan mengatakan, “Iya, saya sudah pernah dengar,” atau “Oh, itu sama dengan pendapat saya.” Sikap seperti ini menunjukkan ketidaksopanan dan seolah tidak butuh dengan perkataan guru. Tidak pantas murid mengatakan, “Itu yang sebenarnya saya rajihkan (kuatkan).” Kecuali jika guru memang mempersilakan murid untuk menyampaikan pendapatnya demi tujuan muzakarah atau berdiskusi.
Murid juga tidak pantas berkata, “Ada ustadz lain bilang tidak sama dengan itu,” atau “Ada pendapat ulama lain yang mengatakan tidak sama dengan pendapat Tuan.” Ini adalah su’ul adab (akhlak yang buruk) dan seolah-olah mengadu domba.
Jika guru bersikeras menyampaikan suatu pendapat, dan murid merasa ada kekeliruan yang tidak disengaja oleh guru (mungkin karena lengah, lupa, atau kurang menguasai), sikap murid adalah tidak mengubah mimik mukanya yang menunjukkan pengingkaran atau ketidaksetujuan. Ia tidak boleh berisyarat kepada temannya dengan mimik atau lisan yang meremehkan perkataan guru.
Sebaliknya, murid harus menghargai guru dengan penampilan dan sikap yang baik. Jika guru memang salah karena lalai, lupa, atau kurang menguasai suatu bidang, itu adalah hal yang wajar. Seorang murid harus menyadari bahwa yang maksum (terjaga dari dosa dan kesalahan) hanyalah para nabi. Adapun orang biasa, sangat mungkin mereka salah.
Hendaklah seorang murid menjaga lisannya ketika berbicara dengan gurunya dari kata-kata yang biasa dipakai oleh sesama atau orang awam.
Contoh kata-kata yang tidak pantas diucapkan kepada guru, di antaranya:
- “Engkau sedang apa?” (Ashbagh—yang dalam bahasa Arab sering digunakan untuk menanyakan ‘apa yang sedang terjadi padamu?’). Jika ingin menawarkan bantuan, lebih baik bertanya, “Adakah sesuatu yang bisa saya bantu?”
 - “Paham?”
 - “Dengar, Syaikh!”
 - “Engkau tahu?”
 - “Wahai manusia!”
 
Kata-kata tersebut menunjukkan ketidaksopanan jika diucapkan untuk guru.
Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download mp3 kajian dan simak penjelasan yang penuh manfaat ini..
Download MP3 Kajian
Podcast: Play in new window | Download
Mari turut membagikan link download kajian “Sopan Santun dalam Berbicara kepada Guru” yang penuh manfaat ini ke jejaring sosial Facebook, Twitter atau yang lainnya. Semoga bisa menjadi pembuka pintu kebaikan bagi kita semua. Jazakumullahu Khairan.
Telegram: t.me/rodjaofficial
Facebook: facebook.com/radiorodja
Twitter: twitter.com/radiorodja
Instagram: instagram.com/radiorodja
Website: www.radiorodja.com
Dapatkan informasi dari Rodja TV, melalui :
Facebook: facebook.com/rodjatvofficial
Twitter: twitter.com/rodjatv
Instagram: instagram.com/rodjatv
Website: www.rodja.tv
Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55750-sopan-santun-dalam-berbicara-kepada-guru/